Karakteristik Pemungutan PPN

  • Pajak Objektif

pemungutan PPN didasarkan pada objek pajak tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP) sebagai subjek pajak

  • Pajak Tidak Langsung

secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain, tetapi kewajiban memungut, menyetor, melapor melekat pada pihak yang menyerahkan barang/jasa

  • Multi Stage Tax

dilakukan secara berjenjang dari pabrikan sampai konsumen akhir

  • Dipungut Menggunakan Faktur Pajak

sehingga Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pemungut pajak harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN

  • Bersifat Netral

dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa, dan dipungut menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi

  • Non-duplikasi

karena terdapat mekanisme pengkreditan pajak masukan

  • PPN terhadap konsumsi dalam negeri dikenakan sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor dikenakan tarif 0%
    (untuk ekspor secara riil tidak ada PPN yang dibayarkan namun tetap harus dilaporkan)

Objek PPN

1.              Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha

2.              Impor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean

3.              Ekspor BKP dan/atau JKP

4.              Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan

5.              Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan

Barang Kena Pajak (BKP)

•                Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

•                Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang yang tidak dikenai PPN. 

Barang yang Tidak Dikenai PPN (Non-BKP)

  1. Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya:
  2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak:
    a. beras, gabah, jagung, sagu, kedelai
    b. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
    c. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
    d. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
    e. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
    f. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan
    g. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
  3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
  4. Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi)
  1. minyak mentah (crude oil)
  2. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat
  3. panas bumi
  4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan
  5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.

Jasa Kena Pajak (JKP)

  • Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
  • Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat “negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP, kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. 

Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP)

1.      Jasa pelayanan kesehatan medis

2.      Jasa pelayanan sosial

3.      Jasa pengiriman surat dengan perangko

4.      Jasa keuangan

5.      Jasa asuransi

6.      Jasa keagamaan

7.      Jasa Pendidikan

8.      Jasa kesenian dan hiburan

9.      Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan

10.   Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri

11.   Jasa tenaga kerja

a.      Jasa perhotelan

b.      Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum

c.       Jasa penyediaan tempat parker

d.       Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam

e.      Jasa pengiriman uang dengan wesel pos

f.       Jasa boga atau katering

Subjek PPN

Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Tarif PPN

Tarif PPN adalah sebesar 10%

•         Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah.

•         Mengingat PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean, maka ekspor BKP dan ekspor JKP tertentu dikenai PPN dengan tarif 0%.

Dasar Pengenaan PPN

PPN terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi:

1.     Harga Jual

nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak

2. Penggantian

nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP Tidak Berwujud, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena impor JKP dan/atau oleh penerima manfaat dari impor BKP Tidak Berwujud

3. Nilai Impor

nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP, tidak termasuk PPN dan PPnBM

4. Nilai Ekspor

yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir

5. Nilai lain

yang diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal:

Harga Jual, Nilai Penggantian, Nilai Impor, dan Nilai Ekspor sukar ditetapkan; dan/atau

penyerahan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak

Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean, dan/atau melakukan ekspor BKP (baik BKP Berwujud maupun BKP Tidak Berwujud) dan/atau JKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

Pengecualian PKP

  • Pengecualian pengukuhan sebagai PKP diberikan bagi pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
  • Pada saat ini, batasan pengusaha kecil tersebut diatur dalam PMK 197/PMK.03/2013, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
  • Namun, UU PPN memberikan ruang bagi pengusaha kecil dimaksud untuk dapat dikukuhkan menjadi PKP yang diatur lebih lanjut dalam PMK 40/PMK.03/2010.

Pemungut PPN

  • Dalam rangka lebih memudahkan pemungutan PPN dan/atau PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan, Pemerintah menunjuk pihak tertentu untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN yang terutang.
  • Pihak tertentu tersebut meliputi bendahara pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Fasilitas Pembebasan PPN

Fasilitas atau insentif perpajakan dapat didefinisikan sebagai ketentuan perpajakan yang dibuat secara khusus, yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum, bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu.

Fasilitas PPN diberikan untuk mendorong pembangunan nasional dengan membantu tersedianya barang yang bersifat strategis, seperti:

  1. Fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN
  2. fasilitas tidak dipungut PPN

Untuk mendukung perkembangan dunia usaha dan meningkatkan daya saing dengan menjamin tersedianya barang-barang yang bersifat strategis, pemerintah memberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis. 

Masih bingung dengan PPN ? silahkan Kontak Kami